mobil yang
kunaiki terus berjalan membelah jalanan kota paris yang dapat dibilang cukup
ramai oleh banyak orang. Dari kaca mobil dapat kulihat gadis kecil yang kurasa
berusia tidak lebih dari lima tahun sibuk berlarian di trotoar sementara
seorang anak laki-laki yang kurasa lebih tua sedikit darinya berlari mengejarnya
sambil tertawa. Aku menengok kursi mobil disebelahku, dia masih diam saja. Aku
menghela nafasku panjang. Tidak seharusnya aku menaiki mobil yang ini, pamanku
mengemudikannya dengan bibiku disebelahnya, sedangkan kakak sepupu perempuanku
berada di kursi belakang mobil dengan kaki tiduran sedangkan telinganya
tersumpal headset. Benar-benar tidak ingin diganggu.
Aku menengok
lelaki yang duduk disebelahku sekali lagi. Dan saat itu pula kurutuki kembali
diriku didalam hati kenapa aku tidak menaiki mobil dibalakang saja, dimana dad,
mom serta keluargaku yang lain menaikinya. Ya, aku. Maksudku kami tengah
mengantarkan lelaki ini kebandara sekarang. Justin Drew Bieber. Dia boleh dibilang
masih saudaraku, dia cucu dari ayah angkat kakekku. Dia membatalkan rencana kuliahnya
di paris dan harus kembali ke tempat tinggalnya di LA dikarenakan dia harus
mempersiapkan sekolahnya ke London. Yup! Orang yang Iq-nya diatas rata-rata
memang wajar mendapat beasiswa ke Cambridge University yang bisa dibilang bukan
tempatnya orang bodoh.
Flashback on
“apa? Memang
aku salah apa hingga kau meminta kita putus?” ucapnya dengan suara bergetar
“Justin, aku
suka Niall” ujarku sambil menundukkan wajahku “tapi kamu malah membuatnya tidak
membalas pesanku lagi.. kamu membobol facebook ku tanpa seijinku.. “ terusku
“scarlett..
kamu keterlaluan.. bisa-bisanya kau meminta putus hanya dikarenakan Niall
sialan itu tidak membalas pesanmu lagi.. dan aku berbuat begitu juga dikarenakan
kau berkata pada niall bahwa kau masih single” ujarnya sambil menatap mataku
tajam. Aku benci tatapan ini.
“harusnya kau
tahu.. jangan kekanak-kanakan.. meskipun aku berkata demikian, niall tak
mungkin dapat bersamaku.. dia terlalu jauh di ireland justin.. “ belaku tak
ingin kalah darinya. Aku ingat saat ketika aku lupa melog-out akun facebookku
dari handphone justin dan berakhir dengan kejadian justin membaca pesanku dan
Niall.. Niall James Horan yang aku kenal di facebook, aku tahu aku salah. Aku
berkata aku masih single padanya. Tapi tak seharusnya dia mendiamiku dan
berkata yang tidak-tidak pada Niall
seperti itu
“kalau kau tahu
begitu, kenapa kau memutuskanku karna niall sialan itu.” Pekiknya marah “do you
know? How much i control my mad!” ucapnya lagi
“lalu kenapa ?
kenapa kau tidak marah saja! Dan perlu kau ingat juga, kau kakakku.. kita
seharusnya tidak boleh seperti ini sejak dari awal.. “ ucapku setelah mendapat
alasan yang masuk akal
“itu tidak
masalah.. aku hanya saudara jauhmu” ucapnya lagi membuatku menggigit bibir
bawahku.
Kalau boleh
jujur sebenarnya aku sangat menyayangi lelaki ini. Tapi aku selalu merasa aku
tak pantas untuknya, dia sempurna. Mata hazelnya, rambut pirangnya, dan
senyumannya yang dapat membuat setiap gadis terpesona olehnya. Sangat
berbanding terbalik denganku. Ditambah lagi
sahabatku, Ariana yang telah bersahabat denganku sejak kami masih taman
kanak-kanak.yang hingga kini tidak tahu kalau selama ini aku berpacaran dengan
justin, berkata padaku bahwa dia menyukai lelaki ini. Bahkan dia berkata dia
menyukai justin sejak kami bertiga masih bermain bersama sekitar dua belas
tahun yang lalu sebelum justin dan kedua orangtuanya pindah ke LA. Setelah aku
mengetahui itu aku sering membuat msalah dengan justin. Berharap dia akan
memutuskanku. Tapi tetap saja dia selalu sabar menghadapiku. Bahnkan ketika aku
bergoncengan motor dengan mantanku, Greyson. Dia juga tidak marah. Dia berkata
bahwa dia percaya padaku. Satu-satunya hal yang membuatnya marah ketika dia
melihat kebohonganku kepada Niall yang berkata aku masih sendiri. Mungkin dia merasa
tidak dihargai.
“Ariana
menyukaimu..” ujarku akhirnya sambil menahan air mataku “dia sahabatku.. kau
tahu itu” terusku. Dia menarik nafasnya panjang dan menggenggam tanganku “ tapi
bukan berarti kau harus memberikanku padanya.. aku bukan barang Scarlett.. aku
kekasihmu.. aku memilihmu” ucapnya berusaha meyakinkanku
Aku
menghepaskan tangannya “terlambat.. aku udah nggak ada perasaan sedikitpun
padamu jaybeee... “ ujarku yang langsung berlari kerumahku meninggalkannya. Takut
jika aku berlama-lama kebohonganku akan ketahuan.
aku
menghempaskan tubuku kearah ranjangku, menimbun kepalaku dengan bantal agar
tangisku tidak terdengar nenekku yang tengah merajut topi untuk adik
laki-lakiku di dekat pintu kamarku. “dia pantas dapat yang terbaik” batinku
pada diriku sendiri.
Drrtt.. drtt..
Handphoneku
bergetar. Pean dari justin..
Scarlett, jangan bohong embem.. bahkan kamu masih
memanggilku jaybeee.. meskipun kau berkata
sudah tidak ada perasaan buatku. J
Air mataku
kembali menetes.bahkan aku tidak sadar bahwa aku tadi memanggilnya sedemikian.
Bodoh. Akupun mengetik pesan balasan untuknya
Itu karena kebiasaan,
Kita berakhir. Udah nggak ada lanjutannya lagi.
Sent!
Lima menit, sepuluh menit, satu jam, dua jam. Tidak ada balasan darinya. Dia
marah. Syukurlah.. ini yang aku mau.. tapi.. kenapa rasanya sesak ya? L
Sudah tiga
minggu, aku selalu menghindari justin. Bahnkan ketika kami bertemu kami tak
lagi saling bertegur sapa sedikitpun.
I Love you. Fool.
Aku mengetik
pesan itu. Tapi tak pernah kukirimkan. Hanya kusimpan di draft pesanku..
menyakitkan memang. Dan sering kulihat kini justin sering bersama Ariana.
terlihat akrab. Seharusnya aku senang dengan itu. Tapii.. entahlah.. mungkin
penyakit bodohku semakin menjadi.
“besok kau
tidak usah sekolah.. kita mengantar justin” ujar ayahku ketika makan malam
“mengantar
justin?” ujarku bingung
“dia tidak
bicara padamu?” tanya ibuku.
“jutin kembali
ke LA” ujar ibuku. Dan dilanjutkannya dengan cerita kenapa justin harus
kembali. Aku memandang spageti yang sedang kumakan. Ini makanan favoriteku..
tapi kenapa rasanya kini semakin pahit..
Flashback OFF
Mobil yang kami
naikipun berhenti di pelataran parkir airport. Haruskah seperti ini? sejujurnya
aku ingin memeluknya saat ini juga dan berkata padanya untuk tetap disini. Tapi
itu memang tidak mungkin.
Aku tidak tahu
bagaimana caranya aku telah duduk didalam ruang tunggu bandara. Mungkin itu
karena pikiranku kosong sehingga aku berjalan mengikuti keluargaku tanpa
berfikir hingga aku berada disini. Ayah dan ibuku terus berbincang dengan aunty
Julie yang juga akan berangkat ke LA setelah sebulan lebih berlibur di
tempatku. Aku menarik nafas panjang dan akhirnya mengeluarkan Headset berwarna
pink dan mulai mendengarkan musik dari handphoneku. Aku mengingat bagaimana aku
menggoda Justin ketika dia memilih Headset yang ingin dibelinya dengan berkata bahwa
headset Pink ini bagus. Aku tidak menyangka jika kemudian dia membelikan
Headset ini untukku termakan gurauanku. Padahal jelas-jelas aku tidak menyukai
warna pink -_________________- .
Seseorang
memegang tanganku membuatku membuka keembali mataku yang awalnya telah aku
tutup. Justin.
Aku melepas
Headset yang tengah aku pakai berharap akan ada kata-kata yang keluar darinya.
Tetapi tetap nihil. Dia hanya memandang kosong kedepan dengan tangannya yang
meremas tanganku lembut
“kau akan
kembali?” ucapku kemudian. Tak tahan dengan hal yang selama ini ingin aku
ketahui
Satu menit. Dua
menit. Masih tidak ada jawaban. Aku menarik tanganku dari genggamannya, tapi
dia malah mengeratkan pegangannya di tanganku
“biarkan
seperti ini..” ujarnya lirih “untuk sementara biarkan seperti ini..” ucapnya
lagi. Akhirnya aku membiarkan tanganku dipegang olehnya
“Tahan aku,
bilang kau tidak ingin aku pergi” ujarnya kemudian yang membuatku menoleh
kepadanya
“apakah jika
aku ingin kau tetap disini kau tidak akan pergi?” tanyaku balik
“itu
tergantung. Seberapa besar kau ingin aku tinggal.” Jawabnya dengan mata masih
memandang kosong kedepan
“pergilah.” Ujarku.
Memangnya aku siapa yang bisa membuatnya meninggalkan kesempatan besarnya hanya
ntuk disini?
“aku takut,”
ujarnya lirih membuatku kembali menolehkan wajahku kearahnya “takut?” tanyaku
yang masih tak habis pikir dengan yang ditakutkannya
“aku takut aku
tidak bisa mengingatmu. Aku takut aku tidak bisa menjaga hatiku. Aku takut
hatiku telah berubah ketika kembali kemari” ujarnya kali ini sambil menatap
kerahku. Ucapannya membuat hatiku teriris lagi, bukan karena aku takut
ucapannya akan benar-benar terjadi. Tetapi lebih karena aku merasa bersalah
terhadapnya. Tentang apa yang telah aku lakukan padanya dan sekarang aku masih
mendengar dia ketakutan akan melupakanku? Mungkin jika aku menjadi dia aku
malah berharap dapat melupakan diriku sendiri yang telah berbuat begitu jahat
padanya.
“lupakan aku.”
Ujarku
“lupakan aku..
lupakan hubungan yang seharusnya tidak pernah kita jalani. Kau saudaraku” aku
berusaha berkata meskipun dengan nada serak
“aku lebih
ingin diingat olehmu sebagai adik kecilmu seperti dulu daripada kau ingat
sebagai bekas kekasihmu” terusku. Aku tidak berbohong kali ini
Justin
menatapku. Dan aku tidak bisa membaca arti tatapan justin yang ditujukan
padaku, itu seperti aku melihat tatapan marah, kecewa, sedih, yang masih belum sepenuhnya
dapat terbaca dengan jelas olehku.
Dia menarik
nafasnya panjang dan kemudian tersenyum kearahku, “mungkin kata-katamu barusan
yang membuatku tidak bisa melupakanmu dan segalanya” ujarnya dengan senyum
memggodanya sehingga membuatku menganga
“aku tidak
mungkin dapat dengan nyaman bertemu dengannmu jika kau tetap mengingat hal itu
“ desahku frustasi
Dia tertawa dan
kemudian mencubit hidungku membuatku tidak bisa bernafas
“baik.. baik..
aku memang tidak berjanji melupakannya. Tapi aku berjanji akan pura-pura
terkena amnesia padamu” ujarnya sambil tertawa. Aku melepaskan tangannya dari
hidungku yang mungkin telah berwarna merah.
“aku-“ belum
sempat aku mengatakan sesuatu pamanku telah memanggil justin dan menyuruhnya
masuk kedalam pesawat bersama Aunty Julie
“aku
menyayangimu” ucap justin sambil mencium pipiku sekilas dan berlari menuju
pamanku yang tengah bergerombol bersama yang lain merubungi auntyku sehingga
tidak menyadari perbuatan justin
“dimana
Scarleet?” aku mendengar suara auntyku mencariku membuatku langsung berlari
kearahnya. Aku sampai lupa jika aku juga tidak akan bertemu auntyku dalam waktu
yang lama hehe.
Yang aku ingat
setelah itu hanyalah punggung justin dan auntyku yang memasuki kabin pesawat.
Mungkin bukan
justin yang akan melupakanku, tapi aku. Aku menyadari ketidakbisaanku untuk
mengingat wajah atau nama seseorang dalam kurun waktu yang lama. Tapi aku akan
berjanji. Meskipunn nanti otakku tidak mengingat wajahnya. Hatiku akan teetap
mengingatnya.
Farewell my
brother, my star, my ex-boyfriend , my world , my world 2.0 :)